Anda Bersikap Terbuka atau Tertutup?

Sikap terbuka (open mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi yang efektif. Lawannya: dogmatisme.

Mari kita lihat bagaimana karakteristik orang yang bersikap terbuka dikontraskan dengan karakteristik orang tertutup (dogmatis) yang saya ramu dari buku Psikologi Komunikasi – nya Jalaluddin Rahmat, dalam daftar berikut ini.

Sifat Orang Yang Terbuka
Pertama, seorang yang bersifat terbuka biasanya menilai pesan secara obyektif, dengan menggunakn data dan keajegan logika.

Kedua, orang terbuka rata-rata lebih mampu membedakan sesuatu dengan mudah, mampu melihat nuansa-nuansa.

Ketiga, orang yang bersifat terbuka lebih banyak berorientasi pada isi (content) ketimbang orangnya, bungkus atau polesan-polesannya.

Keempat, orang ini mau mencari informasi dari berbagai sumber, tidak hanya puas dengan satu nara sumber.

Kelima, ia lebih profesional dan bersedia tanpa malu-malu dan tanpa khawatir bersedia untuk mengubah kepercayaannya, keyakinannya, pendapatnya, jika memang itu terbukti salah.

Sifat Mereka Yang Tertutup
Pertama, ia suka menilai pesan berdasarkan motif pribadi. Orang dogmatis tidak akan memperhatikan logika suatu proposisi, ia lebih banyak melihat dan membaca sejauh mana proposisi itu sesuai dengan dengan dirinya. Argumentasi yang obyektif, logis, cukup bukti akan ditolak mentah-mentah. “Pokoknya aku tidak percaya” begitu sering diucapkan orang dogmatis. Setiap pesan akan dievaluasikan  berdasarkan desakan dari dalam diri individu (inner pressures). Rokeach menyebut desakan ini, antara lain, kebiasaan, kepercayaan, petunjuk perseptual, motif ego irasional, hasrat berkuasa, dan kebutuhan untuk membesarkan diri. Orang tua dogmatis sukar menyesuaikan dirinya dengan perubahan lingkungan.

Kedua, cara berpikirnya simplistis. Bagi orang dogmatis, dunia ini hanya hitam dan putih, tidak ada kelabu. Ia tidak sanggup membedakan yang setengah benar setengah salah, yang tengah-tengah. Baginya kalau tidak salah, ya benar. Tidak mungkin ada bentuk antara. Dunia dibagi dua: yang pro-kita dimana segala kebaikan terdapat, dan kontra-kita dimana segala kejelekan berada.

Ketiga, lebih banyak berorientasi pada sumber. Bagi orang dogmatis yang paling penting ialah siapa yang berbicara, bukan apa yang dibicarakan. Ia terikat sekali pada otoritas yang mutlak. Ia tunduk pada otoritas, karena seperti umumnya orang dogmatis ia cenderung lebih cemas dan mempunyai rasa tidak aman yang tinggi.

Keempat, kalau ia mencari informasi ia akan mencari dari sumber-sumbernya sendiri. Orang-orang dogmatis hanya mempercayai sumber informasi mereka sendiri. Mereka tidak akan meneliti tentang orang lain dari sumber yang lain. Pemeluk aliran agama yang dogmatis hanya mempercayai penjelasan tentang keyakinan aliran lain dari sumber-sumber yang terdapat pada aliran yang dia anut.

Kelima, secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya. Berbeda dengan orang terbuka yang menerima kepercayaannya secara provisional, orang dogmatis menerima  kepercayaannya secara mutlak. Orang dogmatis kuatir, bila satu butir saja dari kepercayaanya yang berubah, ia akan kehilangan seluruh dunianya. Ia akan mempertahankan setiap jengkal dari wilayah kepercayaanya sampai titik darah penghabisan.

Dan yang terakhir, ia tak mampu membiarkan inkonsistensi. Orang dogmatis tidak tahan hidup dalam suasana inkonsisten. Ia menghindari kontradiksi atau benturan gagasan. Informasi yang tidak konsisten dengan desakan dari dalam dirinya akan ditolak, didistorsi, atau tidak dihiraukan sama sekali.

Nah, agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, dogmatisme harus digantikan dengan sikap terbuka. Tentu, bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap sportif. Sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan –yang paling penting- saling mengembangkan kualitas hubungan kita sendiri.

Bagaimana menurut Anda?

1 thought on “Anda Bersikap Terbuka atau Tertutup?”

Leave a Comment