Pekerjaan Kita Memang Menyelesaikan Masalah

Apakah anda takut berhadapan dengan masalah? Kalau kita mengerti apa itu masalah, maka sebenarnya tidak perlu kita khawatir. Justru itu menunjukkan bahwa kita memiliki tujuan, memiliki arah yang kita inginkan.

Kalau timbul perbedaan antara apa yang terjadi dengan apa yang kita inginkan, itu namanya masalah. Sebagai ilustrasi, kita buat garis lurus, lalu tarik garis lurus lain dengan arah yang berbeda. Garis A adalah jalan yang kita kehendaki, sedangkan garis B adalah apa yang ternyata terjadi. Ada perbedaan, itulah masalah.

Bukankah dalam hidup ini memang selalu begitu? Mana ada orang yang bisa berjalan selalu berada di koridor yang ia rencanakan? Justru karena ia memiliki arah dan tujuan serta jalan yang jelaslah, maka ia bisa tahu apakah ada masalah atau tidak.

Kalau ada perubahan jalan, maka ia bisa mengoreksi, kembali ke jalan yang seharusnya. Sepanjang ia terus berusaha memperbaiki tiap saat jalan yang ia lalui dalam kenyataan, selalu kembali ke skenario yang ia canangkan, maka ia akan tetap sampai ke tujuan.

Akan tetapi jika ia membiarkannya, tetap saja ia menjalani jalan yang salah itu (jalan B), maka makin lama ia akan makin sulit untuk belok ke A. Sebab energi yang dibutuhkan untuk bisa belok ke jalan semula (jika sudah jauh), tentu akan sangat besar. Lain halnya kalau masih sedikit simpangannya, dengan mudah anda belok kembali ke jalan A.

Jadi, tatkala kita sudah membuat keputusan, lalu merancang apa-apa yang akan kita lakukan untuk mencapai tujuan, maka bersiaplah untuk selalu menghadapi masalah.

Itu normal memang. Pekerjaan kita selanjutnya adalah menyelesaikan masalah kok. Kita berjalan, lalu kalau ada yang beda yang apa yang seharusnya, jangan mengeluh, segera saja kembali ke jalan yang seharusnya. Koreksi sedikit, dan kembali lanjutkan perjalanan.

Dalam menghadapi masalah, manusia terbagi tiga. Ada sekelompok orang yang hidupnya mengeluh saja terhadap masalah. Awalnya hanya masalah kecil, namun karena terus dipelototin dan terus aja dibolak-balik, maka tampaklah masalah itu jadi amat besar dan kian menakutkan.

Lalu ada sekelompok orang lagi yang ia bisa menerima masalah itu sebagai sebuah “takdir” lalu kemudian ia fokus pada solusi. Mata dan pikirannya tidak lagi terus melihat saja kepada masalah itu, tapi bertanya dan mencari tahu, bagaimana cara mengatasinya. Pikirannya ia fokuskan pada penyelesaian. Dan ajaib sekali otak manusia, biasanya dengan mudah orang ini bisa menyelesaikannya.

Sedangkan kelompok yang ketiga adalah manusia-manusia yang tidak hanya bersabar dan tawakkal menerima masalah itu, melainkan ia tetap mensyukurinya sebagai anugerah Allah yang ia maknai sebagai “ujian ketrampilan”, ujian keimanan, ujian kesabaran, ujian kesempurnaan perjalanan ruhaninya, ujian terhadap kemanusiaannya.

Sehingga dengan demikian, apabila ia berhasil melampauinya, maka naik kelas lah ia, naiklah maqam nya makin dekat kepada Tuhan, dan makin hebat ketrampilannya, makin sempurna kemanusiaannya.

Mereka-mereka ini tidak melihat masalah sebagai hal yang negatif, melainkan melihatnya sebagai jalan dan metoda meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keahlian dan keimanannya, sehingga naiklah derajatnya baik di mata manusia, maupun di hadapan Allah SWT. Ia menganggapnya sebagai peluang meningkatkan derajat kesempurnaannya. Alhasil, jadilah ia makin sempurna, makin hebat pula keahliannya, dan makin tinggi pula ilmunya. Jadi siapkah anda mulai “membuat” masalah?

*** Penulis: Nilna Iqbal

Leave a Comment