Dengarkan suara hatimu

Kendati memang hati adalah rahasia ilahi, tetapi saya yakin, sesungguhnya hati adalah juga “pintu” kita dalam memahami segala sesuatu, dan bahkan sebenarnya “pintu rahasia” menuju sumber-sumber pengetahuan hakiki. Yang menjadi masalah kita sesungguhnya adalah, kita sering sekali tidak mendengarkan suara-suara yang digumamkan hati kita. Kita menjadi “tuli” dan tak mengenalnya. Ia menjadi “seseorang” yang berbeda, bahkan … Read more

Hidup Bahagia atau Hidup Berguna?

Apa yang paling penting dalam hidup ini ya? Hidup bahagia atau hidup berguna?

Dua-duanya, memang sedikit berbeda, khususnya dalam praktek. Banyak diantara kita akan cenderung memilih “hidup bahagia”. Untuk itu kita berusaha gimana caranya bisa hidup bahagia. Kalaupun tak bisa mendefinisikan apa itu bahagia dalam arti hakiki, paling tidak umumnya kita akan berusaha mati-matian untuk menghindari “hidup menderita”.

Saya sering bertanya-tanya, sebenarnya apa itu bahagia? Apakah ketika hati gembira itu adalah pertanda kita bahagia? Apakah ukurannya memang “perasaan hati”? Ketika kekayaan kita bertambah, kita senang sekali. Itukah bahagia? Ketika kita dipuji, kita pun merasa “berharga”. Itukah bahagia?

Tapi anehnya, ketika melakukan kebaikan atau kewajiban yang tidak dilihat orang lain, kok kita biasa-biasa saja? Ga ada perasaan apa-apa? Apa perasaan anda ketika mau bangun tidur untuk shalat subuh, misalnya? Apakah timbul perasaan suka? Bukankah kita akan bertemu dengan Sang Maha Pencipta? Ataukah perasaan Anda hanya biasa-biasa saja? Kok beda sekali halnya ketika kita dipanggil untuk bertemu dengan orang yang kita hormati, kita cintai, idola kita  … bisa-bisa nggak tidur semalaman!

Ada apa ini? Apakah ini pertanda “manisnya iman” sudah tercerabut dari hati kita? Saya jadi ingat salah satu tanda azab Allah kepada kita adalah dicabutnya perasaan “manisnya iman” saat kita beribadah kepada-Nya.

Lalu, mari kita baca kisah-kisah pada nabi dan para sahabat nabi. Bisa dibilang hidup mereka habis oleh berbagai penderitaan, paling tidak dalam ukuran penderitaan jasmani. Kesulitan demi kesulitan menghadang perjuangan mereka. Peperangan dan fitnah senantiasa terjadi sepanjang hidup mereka. Saya yakin, bila kita bandingkan dengan keadaan sekarang, kita akan mengatakan “mereka tidak bahagia”.

Read more

Memaknai Kehidupan

Awal musim dingin 1942. Para penguasa Austria di Vienna menangkap dan menahan ratusan orang Yahudi. Diantara mereka ada seorang psikiater muda bernama Viktor Frankl. Saat itu Frankl adalah seorang tokoh yang lagi naik daun karena mengembangkan sebuah teori baru tentang kesejahteraan psikologis.

Menghadapi penangkapan itu, ia dan istrinya, Tilly, telah mengantisipasi. Mereka berusaha keras menjaga apa yang menjadi miliknya yang paling penting. Sebelum polisi sampai di rumahnya, Tilly menjahit ke dalam lapisan jaket Viktor sebuah manuskrip buku yang ia tulis tentang teori-teorinya.

Viktor memakai jaket itu ketika pasangan tsb dikirim ke Auschwitz. Hari pertama lolos. Namun, hari kedua, penjaga SS melucutinya, melepas semua pakaiannya. Sejak itu ia tak tahu lagi dimana manuskripnya.

Tiga tahun kemudian, di Auschwitz dan kemudian di Dachau, ketika istri, saudara, ibu dan bapaknya tewas dalam tungku gas, Frankl berusaha untuk menciptakan kembali teksnya dengan menggoreskan catatan-catatan di atas potongan-potongan kertas yang dicurinya.

Dan tahun 1946, satu hari setelah tentara sekutu membebaskan kamp-kamp konsentrasi, lembaran-lembaran kertas yang kusut itu membentuk apa yang kemudian menjadi sebuah karya yang paling berpengaruh dan abadi pada abad yang lalu, bukunya, Man’s Searching for Meaning.

Dalam buku itu Frankl melukiskan bagaimana ia dengan gigih menghadapi kerja yang sangat berat, penjaga-penjaga yang sadis, dan makanan yang tidak cukup.

Read more

Latihan Konsentrasi, Yuk!

Kalau Anda ingin berkonsentrasi, usaha yang paling sulit justru memusatkan pikiran itu sendiri.

Tak banyak orang tua yang mampu mengendalikan pikiran. Apalagi memusatkan segenap perhatian pada satu soal tertentu dengan mengabaikan sama sekali ingatan, pendengaran, perabaan, penglihatan, perasaan, dan semua kegiatan pikiran lain.

Sungguh sulit, memang. Sebab sekalipun tidak dalam keadaan berfikir, pikiran mengadakan kontraksi sendiri. Ia terus mengelana ke mana-mana, seakan-akan kita mengkhayal. Semakin ditekan, semakin mengganggulah pikiran yang tak diundang itu. Pikiran yang setiap detik dipergunakan, rupanya telah terbiasa dengan sikap tak suka diam. Karena itulah pemusatan pikiran memerlukan latihan yang sungguh-sungguh dan penuh kesabaran. Tapi, semua orang pasti mampu melakukannya. Asal mau saja…!

Read more

Mengatasi Perasaan Malas Dalam Bekerja

oleh: Nilna

Paling tidak  ada enam prinsip yang bisa kita latih dan kita biasakan ketika “rasa malas” dan “perasaan dongkol” mulai merasuki jiwa kita.

Pertama, kalau Anda pada dasarnya sukar dan lambat menyesuaikan diri pada suatu tugas tertentu, maka semakin Anda mengasyiki pekerjaan itu, semakin cepat Anda menjadi “panas” dan gairah. Andapun tumbuh untuk terus melanjutkan pekerjaan orang tua tersebut.

Dalam praktek, rasa enggan untuk memulai suatu pekerjaan hanya dapat diatasi dengan sedikit “menahan” hati untuk terus berusaha melanjutkan pekerjaan. Cukup beberapa menit saja. Insya Allah, tak berapa lama kemudian, secara menakjubkan, tiba-tiba Anda merasa betah dan tak lagi ingin menghentikan pekerjaan.

Read more

Ternyata Perasaan Tenang Itu Juga Berbahaya

Ada satu persoalan yang akhir-akhir ini mengganggu saya. Tanpa saya sadari, selama ini saya telah terbuai oleh kesibukan sehari-hari dan merasa tenang-tenang saja dengan urusan agama. Urusan yang sangat penting sebenarnya. Hari ini barulah saya “ngeh” ternyata perasaan tenang itu sangat berbahaya. Bagaimana tidak? Karena merasa aman, saya pun lengah terhadap mara bahaya. Karena merasa terlindungi, saya pun kurang berjaga-jaga. Karena merasa benar, saya pun jarang bertaubat. Karena merasa udah menjalankan ibadah rutin, saya pun jarang menyucikan diri.

Apakah Anda juga pernah mengalaminya? Entahlah, yang jelas, biasanya perasaan seperti ini memang tidak disadari secara sengaja.

Tapi mari kita mencoba merenung sejenak. Mari mari kita menelaah apa yang selama ini tanpa sengaja telah kita percaya dan kita lakukan secara otomatis begitu saja? Pernahkah kita mempertanyakan paradigma-paradigma yang selama ini kita pegang teguh? Apakah paradigma kita itu sudah benar? Mempelajari secara mendalam keyakinan-keyakinan kita? Mempertanyakan kebenaran ibadah-ibadah kita? Memeriksa kembali sikap-sikap mental kita?

Ah itulah memang masalahnya. Kita nggak sempat lagi. Sibuk oleh rutinitas kantor, urusan kuliah, cari uang, mengurus anak dan istri. Setiap hari berlalu dalam lingkaran yang sama dan mesin kehidupan itu terus berputar-putar meninabobokkan kita sampai akhirnya tak kita sadari, umur kita udah makin tua.

Tanpa saya sengaja secara sadar, jangan-jangan sebenarnya selama ini saya beragama itu hanya ikut-ikutan saja, mewarisi kebiasaan-kebiasaan yang telah dilatih sejak kecil. Saya merasa terpukul sekali tak mampu menjawab pertanyaan ini. Apakah saya benar-benar mengenal Allah SWT? Seberapa banyak yang saya tahu tentang Tuhan? Apakah ketika saya shalat, saya membayangkan “wajah” Tuhan? Wajah seperti apa yang dibayangkan? Jangan-jangan selama ini setiap saya shalat sebenarnya saya tengah menyembah Tuhan yang berbeda, Tuhan yang kita reka!

Ketika mengucapkan “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin“, apakah saya mengucapkannya datar, cepat atau mungkin sambil menguap? Adakah perasaan bahwa saat itu sedang berada di hadapan-Nya, dan memohon, “Hanya pada Mu ya Allah kami beribadah, hanya kepada Mu ya Allah, kami memohon pertolongan.” Apakah benar itu permintaan saya? Mengapa rasanya biasa-biasa saja?

Ketika mengakhiri shalat, saya pun mengucap salam, “Assalaamu’alaika  ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh“. Mengapa saya tak menyadari bahwa saat itu saya sedang mengucapkan salam kepada baginda Rasulullah SAW, yang saat itu juga pasti beliau membalas salam saya? Bukankah saat itu tengah berada dalam sebuah majlis yang dihadiri oleh Rasulullah saw dan ruh-ruh suci lainnya? Mengapa saya abaikan pertemuan-pertemuan indah itu?

Ya Allah, sungguh selama ini kami telah banyak menzalimi diri kami.

Tapi mengapa kok saya masih tetap saja merasa tenang? Seolah-olah sudah yakin sekali bahwa akhir dari hidup yang singkat ini pastilah surga? Kenapa saya begitu yakin? Apakah karena sudah melakukan shalat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, naik Haji, berzakat, melakukan amal-amal shaleh, lalu kita merasa tenang dan yakin bahwa Allah ridha dengan kita?

Read more

Apa Keputusan Paling Penting Dalam Hidup Anda?

“Hal kecil yang membuat perbedaan besar sekali …
itulah dia, keputusan!”

Tiap hari saya belajar membuat keputusan. Saya semakin menyadari alangkah bahaya sekali jika hidup kita diserahkan begitu saja pada “belenggu rutinitas“. Kita membiarkan hidup kita mengalir begitu saja, lalu tanpa kita sadari, usia kita sudah bertambah tua. Anak semakin besar, kulit makin keriput, tenaga makin melemah, otak tambah pikun. Bisa jadi sebentar lagi, mati!

Ketika saya menengok ke belakang, berhenti sejenak, merenung, bertafakkur, menghisab diri … alangkah malunya saya dengan “laporan-laporan” yang saya “baca“. Kinerja amal shaleh saya masih amat sangat sedikit. Pertumbuhan prestasi cenderung menurun. Pertambahan pengetahuan tidak begitu banyak. Ah, memalukan sekali!

Buat saya laporan kehidupan itu penting sekali. Saya jadi “ngeh” ternyata banyak sekali dalam kehidupan masa lalu saya, berbagai hal tidak pernah saya putuskan dengan benar. Saya membiarkan diri saya berada dalam “pengaruh angin“. Kemana angin kencang, kesana saya terbang. Saya tak mau mengambil sikap. Saya takut menentang angin. Saya cenderung bergerak apa adanya. Saya jadi tersenyum kecut, mungkin saya nggak jauh beda dengan bangkai yang terus dibawa arus gelombang.

Ya! “Hanya ikan yang hidup yang bisa menentang arus!”

***

Ada satu hal yang sering menyebabkan saya “tidak mengambil keputusan secara benar”. Saya membiarkan diri saya berada dalam “tawanan bawah sadar” saya, dalam kebiasaan saya, dalam rutinitas-rutinitas yang secara otomatis-refleks terjadi begitu saja.

Read more

Apa Visi dan Misi Hidup Anda?

Apa visi misi Anda? Selama ini kita rajin sekali membuat visi dan misi perusahaan atau organisasi tempat kita beraktivitas. Setiap tahun visi misi itu kita evaluasi dan kita pertajam. Intinya kita begitu peduli dengan yang satu ini.

Pertanyaannya, apakah kita sendiri sudah punya visi dan misi? Apakah kita sudah menjawab persoalan paling besar dan paling penting dalam hidup kita, yakni: Apa tujuan kita hidup di dunia ini? Apa missi kita sepanjang karir kehidupan kita di dunia ini? Apa jejak amal yang akan kita banggakan nanti sebagai prestasi hidup kita di hadapan Allah SWT kelak?

Kenyataannya banyak sekali orang hidup dalam keadaan “pasrah” pada takdir. Mengalir begitu saja, terserah nanti akan bagaimana?

Read more

Kinilah Saatnya Menulis Takdir Yang Kita Inginkan

Tahun Baru! Inilah saatnya kita perlu merenungkan kembali takdir-takdir yang sudah kita lewati setahun kemaren. Lalu mari kita tuliskan di hari ini, apa yang ingin kita capai sepanjang tahun 2008 nanti.

Banyak orang hari ini berpesta. Seluruh dunia merayakan datangnya tahun baru. Entah mengapa, walau setiap tahun perayaan menyongsong datangnya harapan baru itu terus dilakukan, tapi apakah nasib kita telah berubah? Apakah takdir kita terus bergerak menuju kebahagiaan dan impian yang kita idamkan?

Berapa banyak orang yang pada hari seperti ini, menuliskan impiannya? Atau merevisi dan menuliskan tujuan hidupnya?

Banyak diantara kita yang terikat dan terpasung oleh rutinitas, oleh kebiasaan. Sesuatu yang dikendalikan oleh bawah sadar kita. Bahkan ternyata hal ini juga terjadi dalam ibadah-ibadah kita. Ketika shalat, misalnya, kita bahkan bergerak tanpa makna, tanpa jiwa. Bagai-bagai gerakan dan bacaan secara otomatis meluncur begitu saja bagai robot mainan anak-anak kita.

Jiwa kita tak lagi berkuasa. Kehendak dan harapan telah patah arang, tak berani bersuara. Bahkan kita begitu takut dan agak merasa berdosa untuk bercita-cita karena kita merasa akan “mendahului takdir-Nya”.

Padahal ketika kita takut dan pesimis seperti itu, bukankah justru tanpa sadar kita telah mendahului takdir itu sendiri? Bukankah itu berarti kitalah yang memilih untuk tidak berubah? Bukankah itu juga bermakna bahwa kita sendiri yang meminta agar takdir hidup kita tetap sama sampai tua!

Read more

Kata-Kata Kita Adalah Mantera

Dalam bukunya “De grondsla-gen van Uw Succes”, WJ Brown menulis, “Kehidupan batin manusia ibarat gunung es: 1/3 bagian nongol ke permukaan laut, sedang 2/3 lainnya tak kelihatan, tersembunyi di bawah permukaan air”.

Manusia selalu berfikir. Ia senantiasa berusaha agar setiap hal yang ia lakukan diurus secara sadar, sepenuhnya. Namun tak semua kehendak mudah dicapai. Pada waktu-waktu tertentu, manusia sering dipengaruhi oleh sesuatu yang “gaib”, bawah sadar.

Misalnya? ketika kita sedang di marahi orang tua, ketika Kita tertarik pada seseorang. Tapi kita tak bisa menerangkan kenapa, hal apa yang menyebabkan timbulnya perasaan semacam itu. Atau suatu ketika, tiba-tiba muncul suatu perasaan tidak enak, gelisah, hingga jantung pun berdebar-debar. Kita tak mampu menjelaskan, kenapa demikian. Tahu-tahu beberapa saat, atau beberapa hari setelah itu, kejadian tak diinginkan betul-betul menimpa. Dari kondisi semacam itu terbukti, kekuatan bawah sadar dalam diri kita sedang bekerja.

Read more