Apakah segala sesuatu itu ada dengan sendirinya?

Orang-orang atheis yg tidak percaya adanya Tuhan memiliki keyakinan bahwa semua wujud keberadaan ini ada dengan sendirinya.

Apakah keyakinan ini bisa diterima akal?

Untuk menjawabnya, mari kita simak dialog singkat antara seorang Tabib dari India (seorang atheis) dengan Imam Ja’far as-Shadiq berikut ini:

Tabib itu berkata kepada Imam Ja’far, “Aku tidak meyakini adanya Tuhan. Aku tidak pernah melihat Tuhan. Aku tidak pernah dijamah oleh Tuhan. Aku tidak pernah melihat Tuhan menumbuhkan tanaman. Segala sesuatu ada dengan sendirinya.

Sehari-hari saya selalu bersinggungan dengan rempah-rempah. Aku menanam tanaman, dan aku lihat ia tumbuh dengan sendirinya. Aku tidak melihat tangan Tuhan menumbuhkan berbagai tanaman.

Aku tidak punya alasan untuk meyakini keberadaan Tuhan.

Dan aku lihat segala sesuatu ini ada dengan sendirinya.”

Lalu Imam Ja’far berkata, “Sesuatu itu tidak mungkin menciptakan dirinya sendiri. Itu tidak rasional. Mana mungkin ketiadaan menghasilkan keberadaan. Itu mustahil.

Kalau kamu katakan bahwa segala sesuatu itu menciptakan dirinya sendiri, sekarang aku bertanya kepadamu wahai tabib,

*Sebelum sesuatu itu menciptakan dirinya, apakah dia sudah ada ataukah belum ada?*

*Kalau kamu jawab belum ada, bagaimana mungkin ketiadaan bisa menghasilkan keberadaan.*

*Tapi jika kamu jawab ia sudah ada, lalu untuk apa lagi ia menciptakan dirinya?”*

Sampai disini sang tabib terdiam dan mulai memahami …

bahwa setiap sesuatu yg pernah tidak ada lalu menjadi ada…. maka pastilah keberadaannya itu didapatkan dari yang lain. Berarti ia diciptakan.

***

Dari pembahasan sebelum ini, kita telah sampai pada keyakinan bahwa Tuhan itu ada.

Dialah Sang Pencipta segala sesuatu. Keberadaannya tidak bergantung pada apapun jua.

Karena itu bisa dikatakan, *Keberadaan Tuhan bersifat esensial* (hakiki).

Sementara setiap makhluk memiliki pencipta dan peng-ada.

Karena keberadaanNya bersifat esensial (hakiki) maka pertanyaan dari mana datangnya Tuhan dan siapa yg menciptakannya menjadi tidak lagi relevan.

Sama seperti kita bertanya hal-hal berikut ini:

1. Segala yang basah berasal dari air.

Pertanyaannya, basahnya air itu sendiri, dari apa dan dari mana?

2. Lemak setiap makanan berasal dari minyak.

Pertanyaannya, lemaknya minyak itu sendiri dari apa dan dari mana?

3. Asinnya segala sesuatu berasal dari garam.

Pertanyaannya, asinnya garam itu sendiri dari apa dan dari mana?

Sudah jelas pasti jawabannya adalah: basahnya air, asinnya garam dan lemaknya minyak … itu adalah sifat esensial (dzati) nya.

Demikian juga tatkala ditanyakan keberadaan setiap makhluk berasal dari Tuhan, lantas keberadaan Tuhan sendiri dari mana?

Jawaban dari pertanyaan ini adalah *keberadaan Tuhan adalah sifat esensial bagi Tuhan.*

___________
Tulisan ini dibuat berdasarkan pemahaman yang saya simpulkan dari mendengarkan kajian Ushuluddin dan beberapa tulisan lain tentang tauhid. WaAllahu a’lam