Einstein Never Used Flash Cards

oleh Maya A. Pujiati – Testimoni Buku

Tren untuk menciptakan anak-anak yang lebih pintar pada usia dini memang seringkali salah kaprah, berlebihan, dan terkadang ‘menyiksa’ anak-anak. Hal itu terjadi ketika orang tua tidak memahami benar esensi pendidikan dan menjadi kabur dalam memandang tujuan pembelajaran.

Beberapa fakta menunjukkan bahwa anak-anak memang memiliki kecerdasan yang luar biasa, meski tanpa stimulus dari orang tuanya. Berdasarkan fakta itu, sesungguhnya tugas orang tua adalah memberi ruang pada mereka untuk berkembang sesuai kemampuannya dan tidak membatasi mereka untuk mengeksplorasi lingkungan. Tentu saja hal ini tidak berarti bahwa anak-anak harus dibiarkan sendiri menemukan aneka pelajaran, tanpa peran orang tuanya. Persoalannya hanyalah, bagaimana membuat proses pengasuhan tetap seimbang.

Bermain, sebagai sebuah kegiatan alami anak-anak telah menjadi barang mahal. Pada tahun 1981 seorang anak sekolah masih bisa menghabiskan 40 persen waktunya untuk bermain. Tetapi tahun 1997 waktu bermain telah menyusut menjadi 25 persen. Konon setelah itu, 40 persen sekolah di Amerika Serikat telah menghapus jam istirahat.

Bagaimana dengan sekarang? Ternyata kini banyak ditemui anak-anak yang mengalami stres akibat pemadatan jadwal harian. Mereka tak punya waktu lagi untuk menjadi anak-anak. Tanpa sadar, mereka telah dijadikan robot-robot kecil yang dibanggakan saat bisa menunjukkan kebolehannya, namun ‘dihantam’ ketika prestasinya mengecewakan.

Kathy Hirsh-Pasek , Diane Eyer, dan Roberta M. Golinkoff mencoba untuk menjabarkan kesalah-kaprahan yang terjadi di dunia pendidikan dan parenting lewat buku Einstein Never Used Flash Cards ini. Kecenderungan untuk membuat anak-anak bisa serba cepat menguasai apapun, bisa cepat menjadi ‘Einstein-Einstein’ kecil, telah membuat orang tua bahkan tak lagi kritis terhadap produk-produk stimulasi kecerdasan yang secara bombastis ditawarkan. Macam ragam konsep pengasuhan anak yang menyerbu pemikiran orang tua modern semestinya meliputi berbagai sudut pandang, sehingga pendidikan dan pengasuhan anak tetap berlangsung seimbang.

Siapa saja yang ingin memperkaya pengetahuannya tentang ragam pemikiran ilmu parenting wajib membaca buku ini.

JUDUL : EINSTEIN NEVER USED FLASH CARD: Bagaimana Sesungguhnya Anak-Anak Belajar-dan Mengapa Mereka Harus Banyak Bermain dan Sedikit Menghafal
PENULIS :Kathy Hirsh-Pasek, Diane Eyer, dan Roberta M. Golinkoff
PENERBIT : KAIFA

Versi Berbahasa Inggris bisa diperoleh di bukabuku.com

2 thoughts on “Einstein Never Used Flash Cards”

  1. aSSALAMU’ALAIKUM
    saya setuju dengan artikel ini, bahwa masa kanak-kanak adalah masa bermain. seharusnya anak-anak mendapatkan pendidikan lewat permainan, bukannya dengan mengikuti les-les.
    Saya sendiri mengalaminya
    dulu waktu saya masih kecil usia SD, saya sudah disuruh les Hana-Hini..
    baik itu les bahasa inggris ataupun mipa
    yaah… karena waktu itu saya masih kecil dan memang dalam masa usia bermain, makanya seringkali saya bolos les
    baik dengan alasan sakitlah, hujanlah, delele…pokoknya cari alesan deh buat gak les karena capek banget habis sekolah musti langsung les. dalam seminggu saya musti les full 6 hari. 3 hari les bahasa inggris dan 3 hari les mipa secara bergantian
    Selain capek, saya juga jarang bermain sama teman-teman saya. Ngerasa sedikit stres gara-gara banyak kegiatan itu
    tapi memang sihh.. les itu bermanfaat
    buktinya aja sekarang!! saya bisa lebih mengerti bahasa inggris dibandingkan dengan teman-teman saya lainnya

    Mengingat ada ruginya juga, maka saya sarankan buat Para orangtua jaman sekarang!!!
    LEBIH BERHATI-HATI DALAM MENDIDIK ANAK, JANGAN KARENA PENGEN DIHARGAI DENGAN PRESTASI ANAK, MALAH MENGORBANKAN KEBEBASAN MASA BERMAIN ANAK
    ANAK MEMANG LAHIR DARI ORANGTUA TETAPI TIDAK UNTUK DIJADIKAN BONEKA YANG BISA MENGHASILKAN BERBAGAI KEBANGGAN BAGI ORANGTUA
    BOLEH SAJA MEMASUKKAN ANAK KE LES2 YANG BERFUNGSI MENGEMBANGKAN POTENSI
    TETAPI PERHATIKAN JUGA MINAT DAN BAKAT ANAK2 SERTA TIDAK LUPA WAKTU BERMAINNYA
    LEBIH SEMPURNA LAGI SAYA SARANKAN
    DIDIKLAH ANAK SESUAI PERKEMBANGANNYA DAN TANAMKANLAH NILAI-NILAI DASAR KEHIDUPAN DENGAN MENGAJARKAN AGAMA YANG TAUHID
    DENGAN DEMIKIAN BISA MENCAPAI KEBAHAGIAAN BAIK DI DUNIA MAUPUN DI AKHIRAT

  2. salam kenal ya,
    alhamdulillah saya melakukan apa yg banyak disarankan orang ttg “dunia anak=dunia bermain”. anak saya yg tertua, sekarang usianya 7 thn dan saat ini tengah masuk kelas 1 SD. sejak ia mengenal dunia “sekolah” (saya rada gak sreg pake kata sekolah), ia justru saya suruh banyak main, hingga skrg. main dan main dan main. kalo ranking belajar sih, lumayan dapat 5 besar kelas. itu pun saya jarang ajarin langsung. sekenanya dia aja. (saya ekspos di fesbuk saya radin depati). tetapi baru2 ini, dikeasyikannya bermain, ia yg rada kecil dibanding kawan mainnya yg lain, mulai bersolider dgn kawannya yang berprilaku mencuri. (ngeteb istilah mereka). bahkan mulai “menjilat” kawan hingga bersedia di adu jotos dgn kawan lainnya. sempat babakbelur mukanya. kalau udah begini, pusing juga ya… any advices?

Leave a Comment